PERAN MIRKOBA PERAIRAN
LAUT
Menurut Kunarso
dan Agustin (2012), bahwa peran mikroorganisme laut contohnya bakteri heterotrofik di dalam
ekosistem laut berperan aktif sebagai dekomposer dari material-material organik
menjadi unsur– unsur mineral yang essensial. Hasil dari proses mineralisasi
tersebut merupakan sumber nutrisi bagi organisme laut sesuai dalam tropik
levelnya di dalam ekosistem perairan laut. Sedangkan di lingkungan laut
produktivitas bakteri adalah biomassa bakteri, hasil konversi dari total sel
bakteri yang dapat digunakan sebagai bioindikator kesuburan perairan. Selain
itu, jumlah produktivitas bakteri yang tinggi mengindikasikan produktivitas
perairan lautnya di kategorikan subur.
Jenis bakteri laut
adalah bakteri golongan heterotrofik yang mempunyai fungsi memecah bahan
organik menjadi bahan anorganik di laut. Bahan anorganik (garam hara) ini akan
digunakan oleh plankton nabati serta tumbuh-tumbuhan laut lain untuk
kehidupannya. Dengan demikian persediaan bahan organik di laut akan terus
tersedia sehingga terjadi keadaan yang seimbang antara bahan organik dan
anorganik. Bakteri heterotrofik sangat berperan penting dalam sistem perairan
karena kemampuan aktivitas metabolismenya, baik pada lingkungan aerob ataupun
anaerob. Komponen bakteri heterotrofik ini diantaranya adalah kelompok bakteri
amonifikasi, nitrifikasi dan denitrifikasi, yaitu kelompok bakteri yang mampu
merombak bahan nitrogen organik dan berperan dalam siklus nitrogen di perairan
(Pomeroy, 1974).
Bakteri heterotrofik
merupakan komponen pada ekosistem laut yang berfungsi sebagai dekomposer untuk
menghasilkan mineral-mineral sebagai nutrien. Fungsi bakteri haterotrofik
sebagai decomposer dan terkait erat dengan siklus hara terutama nitrat dan
fosfat. Fosfor di alam terdapat dalam bentuk organik dan anorganik. Fosfor
digunakan oleh organisme hidup terutama di dalam asam nukleid, fosfolipid dan
ATP. Fosforous secara langsung diambil oleh bakteri heterotrofik dalam bentuk
fosat anorganik untuk pertumbuhan. Siklus nitrogen di laut sangat dekat
dihubungkan dengan atmosfer. Beberapa spesifikasi gas dari nitrogen (N2,
N2O, NO, NH3) dapat berubah di atmosfer. Bakteri sangat
dominan dalam proses Transformasi, banyak bakteri aerobik adalah perepirasi
nitrat fakultatif dan menggantikan oksigen dengan NO3 sebagai
penerima elektron akhir ketika oksigen tidak ada atau sangat minimum (Pomeroy,
1974).
Kandungan bakteri
heterotrofik di perairan pantai 60 koloni/ml. Kemelimpahan bakteri
heterotrofik pada stasiun yang terletak dekat dengan pantai karena pada pantai
banyak terdapat bahan-bahaan organik yang berasal dari darat. Distribusi
bakteri heterotrofik tergantung pada faktor sumber nutrisi, kedalaman laut,
habitat pada ekosistem laut dan akses yang menghubungkan laut dan daratan.
Selain faktor diatas, faktor fisika laut seperti arus, pasang surut,
turbulensi, gelombang dan temperatur dapat mempengauhi distribusi bakteri
heterotrofik pada ekosistem laut. Kandungan bakteri heterotrofik pada kedalaman
dekat dasar perairan menunjukkan nilai yang lebih besar. Hal tersebut
dipengaruhi oleh kemelimpahan fosfat dan nitrat yang terdapat di dasar laut
lebih tinggi dari pada kandungan fosfat dan nitrat di permukaan laut. Bakteri
heterotrofik terbagi menjadi 2 yaitu bakteri heterotrofik yang berfungsi sebagai
konsumer dan bakteri heterotrofik yang berfungsi sebagai decomposer (Pomeroy,
1974).

Gambar Macam-Macam
Bakteri heterotrofik
Dalam satu liter air laut, diperkirakan
terdapat satu milyar bakteri dan organisme bersel tunggal lainnya. Sementara
itu Frank Oliver Glöckner, pakar bio informatika yang juga bekerja di Institut
Max-Planck untuk mikrobiologi kelautan di Bremen, menjelaskan betapa pentingnya
keberadaan mikro organisme itu di alam. Glöckner menjelaskan; “Bakteri
menguraikan secara aktif semua unsur organik, dan mengubahnya menjadi unsur
organik bagi kepentingannya. Lebih lanjut unsur ini menjadi makanan organisme bersel
tunggal, yang kemudian membentuk biomassa yang menjadi makanan ikan dan
selanjutnya menjadi makanan bagi pemangsa lain yang berderajat lebih tinggi.
Jadi bakteri adalah makanan bagi pemangsa berderajat lebih tinggi, tapi pada
akhir rantai makanan, bakteri juga yang menguraikan bangkai paus. Karena itu,
sebetulnya mikro-organisme adalah aktor utama dalam system kelautan.“
Kemudian dilaut juga terdapat bakteri yang memiliki
aktifitas Mekanisme bioluminesens dalam semua kelompok organisme tersebut umumnya
sama dan sangat menarik. Tampaknya bahwa aktivitas bioluminesens telah ada di
sepanjang evolusi hidup mereka. Bakteri yang memiliki aktivitas bioluminesens
kebanyakan adalah spesies-spesies dalam lingkungan laut (marine environments).
Pemancaran cahaya yang dilakukan sangat menguntungkan organisme tersebut karena
berguna untuk mencari makan, menghindari musuh, dan mengenal spesiesnya atau
untuk mencari mangsa, komunikasi, dan aktivitas kamuflase.
Di perairan Indonesia, tepatnya di perairan Jepara terdapat
hewan cumi jenis komersial yang dapat memancarkan cahaya. Cahaya yang
dipancarkan disebabkan adanya hubungan simbiosis antara cumi dan bakteri yang
hidup di dalamnya. Bakteri tersebut merupakan jenis Photobacterium
phosphoreum yang hidup di dalam organ cahaya cumi jenis Laligo
duvaucelli. Cumi jenis ini merupakan populasi yang sangat dominan di
perairan Indonesia sehingga dengan mudah dapat ditemukan.
Penelitian mengenai Photobacterium phosphoreum di
Indonesia masih kurang. Padahal, bakteri jenis ini merupakan bakteri yang
memancarkan cahaya paling terang dari semua bakteri luminesens. Spesies bakteri
ini memancarkan cahaya pada daerah visibel yang memungkinkan terlihat dengan
kasat mata karena berada di sekitar panjang gelombang 460-490 nm.
Dalam kerja laboratorium bakteri ini amat mudah diisolasi
dan ditumbuhkan, dan juga tidak menyebabkan penyakit sehingga dapat bekerja
dengan aman dan leluasa serta tidak membutuhkan ruangan dan peralatan khusus.
Selain itu, bakteri ini dapat tumbuh dengan subur pada ruangan bertemperatur
20-250C dan tidak membutuhkan banyak nutrisi serta hanya membutuhkan waktu
18-20 jam untuk membutuhkan sel mikrobiologi dalam media pertumbuhan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan, bakteri Photobacterium
phosphoreumyang hidup dalam organ cahaya cumi jenis Laligo
duvaucelli akan memancarkan cahaya bila kerapatannya mencapai jumlah
4,6x109 CFU/ml. Apabila kerapatannya kurang dari jumlah tersebut, bakteri tidak
dapat memancarkan cahaya. Dalam media agar, koloni bakteri memancarkan cahaya
selama 3 hari secara kontinu dan setelah itu tidak memancarkan cahaya lagi.
Namun, bila dimurnikan kembali, akan memancarkan cahaya kembali. Sementara ini
penulis pertama tengah melakukan penelitian tentang bakteri ini yang dapat
memancarkan cahaya di ruang gelap (Gambar 1). Hal ini diduga karena enzim
lusiferase sedah mencapai kondisi tidak aktif yakni senyawa lusiferin dalam
media sudah habis.
Selain bakteri Photobacterium phosphoreum,
ada beberapa contoh bakteri yang hidup di laut yang dapat memancarkan sinar
adalah Vibrio fischeri dan Vibrio harveyi. Berbeda
dengan Photobacterium phosphoreum yang hidup dalam tubuh cumi, V.
fischeri merupakan suatu bakteri yang hidup bersimbiosis dalam tubuh
ikan dari family Monocentridae, sedangkan V. harveyi adalah
suatu jenis bakteri yang hidup bebas, yang kadang-kadang terdapat pada
permukaan tubuh hewan-hewan laut dan juga ada yang terdapat dalam usus hewan
laut tersebut.
Fungsi bakteri laut :
Proses dekomposisi materi
organik . Jika tidak ada bakteri dapat dibayangkan bangkai-bangkai hewan,
tumbuhan maupun materiorganik lainnya akan memenuhi perairan laut tersebut
dalam waktu singkat.
1) Fungsi bakteri ini akan
menguraikan komponen-komponen yang komplek menjadi komponen yang
sederhana, yang mana awalnya komponen ini tidak dapat digunakan oleh organisme
di lingkungan, dengan adanya bakteri, maka komponen tersebut dapat
dimanfaatkan.
2) Berperanan pada produksi primer
sebagai mana diketahui bakteri ada yang autotrof maupun heterotrof. Bakteri
autotrof yaitu bakteri yang menggunakan CO2dan H2O untuk
membentuk materiorganik dengan bantuan energi yang berasal dari matahari
(photoautotrof) ataupun energi yang berasal dari reaksikimia (Chemoautotrof).
3) Peranan bakteri pada
industrialisasi. Yang dibagi menjadi dua bagian sesuai dengan hasil metabolisme
bakteri tersebut.
4) Fungsi selanjutnya adalah
Produksi enzim, walaupun semua makhluk hidup dapat menghasilkan enzim, tetapi
enzim yang berasal dari mikroba merupakan enzim yang paling banyak
dikomersilkan. Enzim berfungsi mempercepat reaksi kimia.
Enzim yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan mempunyai kekurangan :
-
Tergantung
kepada variasi musim
-
Mempunyai
konsentrasi yang rendah.
Enzim yang berasal dari hewan mempunyai kekurangan :
-
Persediaan
terbatas.
-
Persaingan
dengan pemanfaatan lainnya.
5) Peranan yang kelima dari
mikroba adalah memproduksi energi.
a. Produksi methane banyak
digunakan sebagai pelengkap pada negara tertentu seperti pada negara India dan
China. Dari 15 Kg materi organik dapat menghasilkan 3m3 biogas
dengan konsentrasi 55%.
b. Ethanol sebanyak 80% yang
diproduksi berasal dari proses fermentasi dan baru sisanya diproduksi dari
sintesa ethilen oleh industri. Ethanol semakin banyak berfungsi sebagai sumber
energi untuk menggantikan sumber energi dari minyak. Seperti di Brazil yang
telah memproduksi 10 juta ton ethanol dari proses fermentasi sebagai sumber
karbonnya adalah sacharosa. Ethanol bisa digunakan secara langsung dengan
problem ekologi yang bisa di perbaharui dan tersedia dalam jumlah yang banyak seperti
gula, tepung (kanji), cellulose dari sampah industri dan urbains.
6) Peranan yang keenam adalah
bakteri tersebut dapat melakukan penangan air limbah. Karena Bakteri dapat
digunakan untuk meguraikan senyawa-senyawa organik dalam air limbah menjadi
senyawa sederhana.
7) Peranan yang ketujuh yaitu
dapat digunakan dalam Penanganan polusi minyak bumi. Bakteri dapat menggunakan
komponen minyak sebagai sumber karbon. Jadi komponen minyak yang berbahaya bagi
lingkungan dapat digunakan oleh bakteri sebagai bahan makanan. dan akhirnya
dapat menghasilkan CO2 yang bisa di manfaatkan oleh bakteri organisme autotrof.
PERAN MIRKOBA PERAIRAN
DANAU
Kehidupan akuatik
mempertunjukkan adanya interaksi yang amat rumit di antara mikroorganisme, dan
antara mikroorganisme dengan mikroorganisme, baik tumbuhan maupun hewan.
Mikroorganisme, terutama alga memegang peranan penting dalam rantai makanan lingkungan
akuatik. Produsen primer dalam lingkungan akuatik ialah alga, yang didominasi
oleh filoplankton. Dengan fotosintesis, alga mampu mengubah energi cahaya
menjadi energi kimiawi. Protozoa ( spesies Foraminifera dan Radiolaria, dan
juga banyak spesies berflagela dan bersilia ) juga terdapat dalam jumlah banyak
di daerah yang di huni fitoplankton. Adapun untuk skala perairan danau, ada
beberapa mikroorganisme yang hidup yaitu;
1. Cyanobacteria
Cyanobacteria
atau yang lebih dikenal sebagai ganggang hijau merupakan salah satu jenis
mikroorganisme yang hidup pada wilayah limnetik suatu danau. Seperti halnya
bakteri, ganggang biru juga merupakan organisme yang belum bermembran dan belum
memiliki beberapa macam organel (mitokondria dan plastida) seperti yang telah
dimiliki sel eukariotik. Ganggang biru merupakan salah satu contoh Eubacteria
negatif, ada yang bersel satu dan ada yang berkoloni bersel banyak membentuk
untaian beberapa sel dengan struktur tubuh yang masih sederhana, berwarna biru
kehijauan, serta mengandung klorofil a (autotrof) dan pigmen biru (fikosianin).
Klorofil terdapat pada membran tilakoid, bukan pada kloroplas. Dengan adanya
klorofil ini, ganggang biru dapat melakukan fotosintesis dan dapat
membedakannya dengan bakteri. Umumnya, ganggang ini dapat mengikat nitrogen di
udara. Pengikatan ini dilakukan oleh sel heterosista yang berbentuk benang,
tetapi bisa juga bersifat racun karena mengeluarkan toksin yang dapat mematikan
makhluk hidup lain di sekitarnya.
Dalam tubuh
ganggang biru, tidak ditemukan inti dan kromotofora. Dinding selnya mengandung
pektin, hemiselulosa, dan selulosa yang kadang-kadang berlendir. Dinding lendir
ini berlekatan dengan plasma. Berdasarkan pada jurnal penelitian ilmiah yang
ditulis oleh Andi Setiawan dan Peni Ahmadi yang berjudul “ISOLASI DAN
KARAKTERISASI CYANOBAKTERIA SEBAGAI SUMBER PENGHASIL BIOHIDROGEN”, ternyata
cyanobacteria memiliki potensi untuk menghasilkan biohidrogen namun selama ini
kajian tentang cyanobacteria dan mikroalga sebagai penghasil biohidrogen memiliki
banyak kendala diantaranya yaitu ketersediaan strain unggulan, teknologi
bioreaktor, dan penyimpanan gas hydrogen.
2. Desulfovibrio
Desulfovibrio
merupakan kelompok bakteri pereduksi sulfat yang tidak membentuk spora.
Kelompok bakteri ini dapat menggunakan alcohol, asetat, asam-asama lemak yang
memiliki berat molekul tinggi. Bakteri kelompok pereduksi sulfat ini memiliki
habitat yang khas yaitu di bagian sedimen anoksik atau bagian dasar dari
lingkungan akuatik air tawar, marin dan hipersalin.
Desulfovibrio
memiliki bentuk spiral sampai vibriodi berukuran 0,5 – 1,3 x 0,8 – 5,0
mikronmeter dan bersifat anerobik. Pergerakannya dengan flagella tunggal polar.
Bakteri tersebut dapata mereduksi sulfat, sulfit atau thiosulfat dan sulfur
menjadi H2S. Gas hydrogen (H2), laktat, etanol dan sering juga malat atau
furmarat berperan sebagai donor electron. Bebrapa spesies memerlukan gula,
gliserol, chlorine, atau beberap asam amino untuk pertumbuhannya. Substrat
organic dioksidasi tidak sempurna menjadi asetat. Pertumbuhan bakteri ini dapat
dirangsang dengan menambahkan ekstrak khamir dan hanya sedikit spesies yang
memerlukan biotin atau beberapa vitamin, pH optimum antara 6,6 sampai 7,5
dengan temperature optimum antata 25o – 45o C.
3. Clostridium
Clostridium
termasuk kedalam kelompok bakteri batang dan kokkus pembentuk endospora.
Bakteri ini morfologi sel batang kecuali satu spesies mempunyai sel – sel bulat
dan dalam bentuk paket, bersifat motil karena flagella atau non motil,
kebanyakan spesies Gram positif (+), aerobik, anaerobik fakultatif, anaerobik
atau mikroaerofilik, endospora dibentuk oleh semua spesies, habitat di tanah,
air, lingkungan akuatik, saluran pencernaan hewan termasuk manusia dan beberapa
spesies menyebabkan keracunan makanan. Bakteri Clostridium dalam lingkungan
danau biasanya memiliki habitat di wilayah bentik.
4. Caulobacter
cresentus
Caulobacter
crescentus adalah Gram-negatif , oligotrophic bakteri luas di danau air tawar
dan sungai. Hal ini memainkan peran penting dalam siklus karbon. Caulobacter adalah
model penting untuk mempelajari regulasi siklus sel dan diferensiasi selular
memiliki Caulobacter sel anak. dua bentuk yang berbeda. Salah satunya adalah
ponsel "swarmer" sel yang memiliki flagela untuk berenang. Yang lain,
yang disebut "mengintai" sel memiliki struktur batang berbentuk
tabung panjang yang menonjol dari satu kutub yang memiliki bahan perekat pada
akhirnya pegangan erat, dengan sel yang mengintai dapat menempel pada
permukaan. replikasi kromosom dan pembelahan sel hanya terjadi dalam sel
mengintai. Swarmer sel berdiferensiasi menjadi sel mengintai pada saat jatuh
tempo.Seringkali hidup di lingkungan miskin gizi, Caulobacter crescentus adalah
bakteri Gram-negatif di mana-mana di air tawar, tanah, dan air laut. C.
crescentus pameran siklus hidup dimorfik yang paling mungkin memberikan
keuntungan dalam lingkungan kompetitif tersebut. Para sel batang dapat
melampirkan ke permukaan, sedangkan sel swarmer dapat mencari nutrisi. Bahan
perekat dari pegangan erat telah dilaporkan menjadi salah satu perekat alami
terkuat.
1. Distribusi Mikroba Pada Danau
Jumlah
bakteri saprofit di danau tergantung dari tipe danau. Pada danau tipe
oligotrofik berbeda dengan tipe danau mesotrofik, danau eutrofik, dan
distrofik. Jumlah terbesar biasanya pada tipe danau eutrofik. Pada danau yang
jernih jumlah tertinggi bakteri pada saat jumlah nutrien fitoplankton
diproduksi paling tinggi. Distribusi vertikal bakteri tergantung dari perbedaan
musim. Selama musim panas yang paling berkembang adalah alga dan bakteri. Tidak
hanya jumlah total bakteri pada berbagai zona yang berbeda tetapi juga
komposisi dari spesiesnya. Bakteri heterotrofik mencapai jumlah maksimum bila
berada dalam zona termoklin dan yang kedua di atas dasar danau.
Distribusi
mikroba pada danau mesotrofik dipengaruhi oleh persediaan oksigen.
Bakteri Metallogenium personatum ditemukan pada lapisan 10 meter dari
permukaan. Pada kedalaman 10,75 meter, dimana H2S selalu ada maka bakteri
sulfur sepertiRhodothece conspicua dan Thiocapsa sp. mencapai jumlah
maksimum. Bakteri sulfur hijau, misalnya Pelodictyon luteolum di
bawah kedalaman 11-11,5 meter menjadi paling dominan jumlahnya. Sejumlah
bakteri coklat Chlorochromatium dan Pelodictyon
roseoviride juga didapatkan pada kedalaman 11-12 meter.
Bakteri Peloploca pulchradidapatkan pada kedalaman 13,0-22,5 meter. Jumlah
terbesar bakteri fotototrof yang pernah diobservasi di danau eutrofik bergaram
adalah 48 juta per ml, dan pada danau oligotrofik air tawar mencapai 3,5 juta
per ml.
Cyanophyta
tersebar luas dalam danau perairan dalam. Pada danau oligotrofik, fitoplankton
ini tergolong sangat kecil. Proses peningkatan dengan cara eutrofikasi. Dalam
danau eutrofik, Cyanophyta terdapat pada musim panas dan nampak warna kehijauan
pada air. Hal ini terjadi pada lapisan sekitar 1-2 meter. Peningkatan
eutrofikasi juga meningkatkan perubahan populasi Cyanophyta,
misalnya Oscillatoria rubescens.
2.
Komposisi
Mikroorganisme Penyusun Lingkungan Akuatik Danau
a.
Bakteri pada Danau Bergaram
Pada
dekade tahun terakhir telah ditemukan bakteri yang dapat hidup di danau besar
bergaram di Utah (Amerika Serikat) dan Laut Mati, yaitu terdapat air yang
mengandung kadar garam sangat tinggi. Mayoritas bakteri yang hidup di danau
bergaram dengan kadar garam yang tinggi yaitu bakteri halofilik. Kebanyakan
organisme halofilik ekstrim dapat berkembang secara optimal dengan kadar garam
20-30%. Mereka mempunyai pigmen merah, contohnya
adalah Halobacterium danHalococcus. Genus
bakteri Halobacterium memiliki kemampuan tumbuh dengan kadar garam di
atas 12%.
Di
samping bakteri Halobacterium, Larsen (1962) dalam Rheinheimer, 1980
mengelompokkan bakteri halofilik yang ekstrim pada organisme yang berbentuk
kokoid. Berbagai strain Halococcus morrhuae telah diisolasi dari
Laut Mati. Organisme tersebut menunjukkan pigmentasi warna merah. Mereka dapat
tumbuh paling baik pada konsentrasi garam 20-25% dan tidak dapat hidup dengan
konsentrasi garam di bawah 10%. Selain itu pada danau bergaram juga terdapat
bakteri halofilik moderat dengan kadar garam optimum 5-20%. Chromobacterium
maris-mortui dapat tumbuh dengan kadar garam optimum 12%. Pada danau yang
mengandung hydrogen sulfida yang berkembang dalam jumlah besar terdapat bakteri
hijau dan ungu, misalnya Chlorobium, Pelodictyon, Prosthecocholoris,
Chromatium, Ectothiorhodospira, danThiocapsa.Berikut merupakan gambar dari
bakeri pada danau bergaram.
b.
Cyanophyta pada Danau Bergaram
Beberapa
spesies Cyanophyta relatif toleransi terhadap kadar garam tinggi. Misalkan yang
ditemukan di Laut Kaspia. Diantara spesies yang menyebabkan bloomingplankton
adalah Aphanizomenon flos-aquae, genus Aphanothece,
Coelospaherium, Chroococcus, Gomphosphaeria, Anabaena dan
Oscillatoria. Berikut merupakan gambar cyanophyta danau bergaram.
c.
Fungi pada Perairan Tawar
Mikroflora
fungi pada air subteranea tidak begitu memainkan peran yang penting. Dalam air
bersih fungi hampir tidak didapatkan, karena kekurangan nutrien. Tetapi fungi
dapat berada dalam sumber air bersih dan sungai. Beberapa koloni
dapat tumbuh dengan nutrien yang sedikit atau pada aliran air eutrofik.
Sejumlah Phycomycetes parasitik dalam air tidak hanya menyerang alga dan
binatang-binatang kecil, tetapi juga menyerang telur dan larva Crustacea dan
ikan.
Pycomycetes
merupakan mikroflora penting dalam danau. Kelompok ini yang dominan adalah
adalah Chytridiales dan Saprolegniales yang bertindak
sebagai spesies parasitik dan saprofitik. Anggota genus Leptolegnia,
Achlya, dan Aphanomyces juga sering dijumpai di danau.
d.
Fungi pada Danau Bergaram
Sejumlah
fungi yang diketahui terdapat di laut juga terdapat di danau bergaram dengan
konsentrasi garam yang rendah. Anastaciou, 1963 dalam Rheiheimer, 1980
menemukan Ascomycetes di Laut Salton, California. Rhizopidium
halophilum tumbuh pada habitat perairan bergaram atau pada sebuah teluk.
PERAN MIRKOBA PERAIRAN
SUNGAI
Air sangat berperan
penting dalam kehidupan makhluk hidup, dengan adanya air makhluk hidup dapat
melakukan aktivitas yang berhubungan dengan air. Menurut Cahyadi et al. (2011),
Air merupakan kebutuhan dasar hidup di bumi yang menentukan kesehatan dan
kesejahteraan manusia. Salah satu sumber air tawar dengan potensi yang besar
adalah sungai. Sungai menyediakan air tawar yang dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga (Notoatmodjo, 2007). Namun, seiring dengan berjalannya
waktu perairan yang ada terutama sungai menjadi tercemar akibat aktivitas
manusia. Menurut Indarsih et al. (2011), Sungai banyak dijadikan sebagai tempat
pembuangan kotoran dan sampah terutama pada kota-kota besar.
Sungai yang tercemar
oleh kotoran manusia biasanya terdapat bakteri-bakteri pathogen. Kotoran
manusia dapat menghasilkan bakteri pathogen berupa Escherichia coli, Shigella sp., Vibrio
cholerae, Campylobacter jejuni dan Salmonella
merupakan anggota dari fecal coliform.
Bakteri ini dapat menyebabkan terjadinya diare pada manusia. Escherechia coli apabila dikonsumsi
terus-menerus dalam jangka panjang akan berdampak pada timbulnya penyakit
seperti radang usus, diare, infeksi pada saluran kemih dan saluran empedu
(Prayitno, 2009). Jumlah dari bakteri-bakteri pathogen (fecal coliform) tersebut dapat meningkat bila aliran sungai dan
curah hujan meningkat (Sanders et al., 2013). Peranan mikroba pathogen yang
terdapat di perairan sungai dapat dijadikan indikator lingkungan bahwa perairan
tersebut sudah tercemar. Seperti yang diungkapkan oleh Onwumere (2007),
Keterdapatan bakteri pada tubuh perairan menjadi indikator kualitas air
permukaan dan kesesuaian air tersebut untuk dimanfaatkan sebagai air minum,
rekreasi, irigasi, dan perikanan.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyadi, A., Priadmodjo, A. & Yananto, A.
(2011). Criticizing The Conventional Paradigm of Urban Drainage. Proceeding The 3rd International Graduated
Student Conference on Indonesia. Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi
Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta, 256 hlm.
Halt, J.G.,
Noel, R.K., Peter, H.A.S., James, T.S., dan Stanley, T.W. 1994. Bergey’s Manual
of Determinative Bacteriology. 9th ed., Williams dan Wilkins, Baltimore,
London, 787 p.
Kunarso, Djoko Hadi dan Agustin, Titiek Indhira.
2012. Kajian Bakteri Heterotropik di Perairan Laut Lamalera. Jurnal Ilmu Kelautan. 17 (2) 63-73.
Onwumere, G. 2007. Willapa River Fecal Coliform Bacteria Verification Study. Water Quality
Monitoring Report. Environmental Assessment Program. Washington: Washington
State Department of Ecology Olympia.
Pomeroy, L. R. 1974. The Ocean’s Food Web, A
Changing Paradigm. Bioscience. 24 :
499-504.
Prayitno, A. 2009. Uji Bakteriologi Air Baku dan
Siap Konsumsi dari PDAM Surakarta Ditinjau dari Jumlah Bakteri Coliform. Skripsi. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta.





