Sabtu, 24 Maret 2018

PERANAN MIKROBA PERAIRAN


PERAN MIRKOBA PERAIRAN LAUT
            Menurut Kunarso dan Agustin (2012), bahwa peran mikroorganisme laut contohnya bakteri heterotrofik di dalam ekosistem laut berperan aktif sebagai dekomposer dari material-material organik menjadi unsur– unsur mineral yang essensial. Hasil dari proses mineralisasi tersebut merupakan sumber nutrisi bagi organisme laut sesuai dalam tropik levelnya di dalam ekosistem perairan laut. Sedangkan di lingkungan laut produktivitas bakteri adalah biomassa bakteri, hasil konversi dari total sel bakteri yang dapat digunakan sebagai bioindikator kesuburan perairan. Selain itu, jumlah produktivitas bakteri yang tinggi mengindikasikan produktivitas perairan lautnya di kategorikan subur.
Jenis bakteri laut adalah bakteri golongan heterotro­fik yang mempunyai fungsi memecah bahan organik menjadi bahan anorganik di laut. Bahan anorganik (garam hara) ini akan digunakan oleh plankton nabati serta tumbuh-tumbuhan laut lain untuk kehidupannya. Dengan demikian persediaan bahan organik di laut akan terus tersedia sehingga terjadi keadaan yang seimbang antara bahan organik dan anorganik. Bakteri heterotrofik sangat berperan penting dalam sistem perairan karena kemampuan aktivitas metabolismenya, baik pada lingkungan aerob ataupun anaerob. Komponen bakteri heterotrofik ini diantaranya adalah kelompok bakteri amonifikasi, nitrifikasi dan denitrifikasi, yaitu kelompok bakteri yang mampu merombak bahan nitrogen organik dan berperan dalam siklus nitrogen di perairan (Pomeroy, 1974).
Bakteri heterotrofik merupakan komponen pada ekosistem laut yang berfungsi sebagai dekomposer untuk menghasilkan mineral-mineral sebagai nutrien. Fungsi bakteri haterotrofik sebagai decomposer dan terkait erat dengan siklus hara terutama nitrat dan fosfat. Fosfor di alam terdapat dalam bentuk organik dan anorganik. Fosfor digunakan oleh organisme hidup terutama di dalam asam nukleid, fosfolipid dan ATP. Fosforous secara langsung diambil oleh bakteri heterotrofik dalam bentuk fosat anorganik untuk pertumbuhan. Siklus nitrogen di laut sangat dekat dihubungkan dengan atmosfer. Beberapa spesifikasi gas dari nitrogen (N2, N2O, NO, NH3) dapat berubah di atmosfer. Bakteri sangat dominan dalam proses Transformasi, banyak bakteri aerobik adalah perepirasi nitrat fakultatif dan menggantikan oksigen dengan NO3 sebagai penerima elektron akhir ketika oksigen tidak ada atau sangat minimum (Pomeroy, 1974).
Kandungan bakteri heterotrofik di perairan pantai  60 koloni/ml. Kemelimpahan bakteri heterotrofik pada stasiun yang terletak dekat dengan pantai karena pada pantai banyak terdapat bahan-bahaan organik yang berasal dari darat. Distribusi bakteri heterotrofik tergantung pada faktor sumber nutrisi, kedalaman laut, habitat pada ekosistem laut dan akses yang menghubungkan laut dan daratan. Selain faktor diatas, faktor fisika laut seperti arus, pasang surut, turbulensi, gelombang dan temperatur dapat mempengauhi distribusi bakteri heterotrofik pada ekosistem laut. Kandungan bakteri heterotrofik pada kedalaman dekat dasar perairan menunjukkan nilai yang lebih besar. Hal tersebut dipengaruhi oleh kemelimpahan fosfat dan nitrat yang terdapat di dasar laut lebih tinggi dari pada kandungan fosfat dan nitrat di permukaan laut. Bakteri heterotrofik terbagi menjadi 2 yaitu bakteri heterotrofik yang berfungsi sebagai konsumer dan bakteri heterotrofik yang berfungsi sebagai decomposer (Pomeroy, 1974).
Description: D:\KULIAH\Semester VI\MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN\TTS\tugas blog\a.jpg
Gambar Macam-Macam Bakteri heterotrofik
Dalam satu liter air laut, diperkirakan terdapat satu milyar bakteri dan organisme bersel tunggal lainnya. Sementara itu Frank Oliver Glöckner, pakar bio informatika yang juga bekerja di Institut Max-Planck untuk mikrobiologi kelautan di Bremen, menjelaskan betapa pentingnya keberadaan mikro organisme itu di alam. Glöckner menjelaskan; “Bakteri menguraikan secara aktif semua unsur organik, dan mengubahnya menjadi unsur organik bagi kepentingannya. Lebih lanjut unsur ini menjadi makanan organisme bersel tunggal, yang kemudian membentuk biomassa yang menjadi makanan ikan dan selanjutnya menjadi makanan bagi pemangsa lain yang berderajat lebih tinggi. Jadi bakteri adalah makanan bagi pemangsa berderajat lebih tinggi, tapi pada akhir rantai makanan, bakteri juga yang menguraikan bangkai paus. Karena itu, sebetulnya mikro-organisme adalah aktor utama dalam system kelautan.“
Kemudian dilaut juga terdapat bakteri yang memiliki aktifitas Mekanisme bioluminesens dalam semua kelompok organisme tersebut umumnya sama dan sangat menarik. Tampaknya bahwa aktivitas bioluminesens telah ada di sepanjang evolusi hidup mereka. Bakteri yang memiliki aktivitas bioluminesens kebanyakan adalah spesies-spesies dalam lingkungan laut (marine environments). Pemancaran cahaya yang dilakukan sangat menguntungkan organisme tersebut karena berguna untuk mencari makan, menghindari musuh, dan mengenal spesiesnya atau untuk mencari mangsa, komunikasi, dan aktivitas kamuflase.
Di perairan Indonesia, tepatnya di perairan Jepara terdapat hewan cumi jenis komersial yang dapat memancarkan cahaya. Cahaya yang dipancarkan disebabkan adanya hubungan simbiosis antara cumi dan bakteri yang hidup di dalamnya. Bakteri tersebut merupakan jenis Photobacterium phosphoreum yang hidup di dalam organ cahaya cumi jenis Laligo duvaucelli. Cumi jenis ini merupakan populasi yang sangat dominan di perairan Indonesia sehingga dengan mudah dapat ditemukan.
Penelitian mengenai Photobacterium phosphoreum di Indonesia masih kurang. Padahal, bakteri jenis ini merupakan bakteri yang memancarkan cahaya paling terang dari semua bakteri luminesens. Spesies bakteri ini memancarkan cahaya pada daerah visibel yang memungkinkan terlihat dengan kasat mata karena berada di sekitar panjang gelombang 460-490 nm.
Dalam kerja laboratorium bakteri ini amat mudah diisolasi dan ditumbuhkan, dan juga tidak menyebabkan penyakit sehingga dapat bekerja dengan aman dan leluasa serta tidak membutuhkan ruangan dan peralatan khusus. Selain itu, bakteri ini dapat tumbuh dengan subur pada ruangan bertemperatur 20-250C dan tidak membutuhkan banyak nutrisi serta hanya membutuhkan waktu 18-20 jam untuk membutuhkan sel mikrobiologi dalam media pertumbuhan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan, bakteri Photobacterium phosphoreumyang hidup dalam organ cahaya cumi jenis Laligo duvaucelli akan memancarkan cahaya bila kerapatannya mencapai jumlah 4,6x109 CFU/ml. Apabila kerapatannya kurang dari jumlah tersebut, bakteri tidak dapat memancarkan cahaya. Dalam media agar, koloni bakteri memancarkan cahaya selama 3 hari secara kontinu dan setelah itu tidak memancarkan cahaya lagi. Namun, bila dimurnikan kembali, akan memancarkan cahaya kembali. Sementara ini penulis pertama tengah melakukan penelitian tentang bakteri ini yang dapat memancarkan cahaya di ruang gelap (Gambar 1). Hal ini diduga karena enzim lusiferase sedah mencapai kondisi tidak aktif yakni senyawa lusiferin dalam media sudah habis.
Selain bakteri Photobacterium phosphoreum, ada beberapa contoh bakteri yang hidup di laut yang dapat memancarkan sinar adalah Vibrio fischeri dan Vibrio harveyi. Berbeda dengan Photobacterium phosphoreum yang hidup dalam tubuh cumi, V. fischeri merupakan suatu bakteri yang hidup bersimbiosis dalam tubuh ikan dari family Monocentridae, sedangkan V. harveyi adalah suatu jenis bakteri yang hidup bebas, yang kadang-kadang terdapat pada permukaan tubuh hewan-hewan laut dan juga ada yang terdapat dalam usus hewan laut tersebut.

Fungsi bakteri laut :
Proses dekomposisi materi organik . Jika tidak ada bakteri dapat dibayangkan bangkai-bangkai hewan, tumbuhan maupun materiorganik lainnya akan memenuhi perairan laut tersebut dalam waktu singkat.
1)      Fungsi bakteri ini akan menguraikan komponen-komponen yang komplek menjadi komponen yang  sederhana, yang mana awalnya komponen ini tidak dapat digunakan oleh organisme di lingkungan, dengan adanya bakteri, maka komponen tersebut dapat dimanfaatkan.
2)      Berperanan pada produksi primer sebagai mana diketahui bakteri ada yang autotrof maupun heterotrof. Bakteri autotrof yaitu bakteri yang menggunakan CO2dan H2O untuk membentuk materiorganik dengan bantuan energi yang berasal dari matahari (photoautotrof) ataupun energi yang berasal dari reaksikimia (Chemoautotrof).
3)      Peranan bakteri pada industrialisasi. Yang dibagi menjadi dua bagian sesuai dengan hasil metabolisme bakteri tersebut.
4)      Fungsi selanjutnya adalah Produksi enzim, walaupun semua makhluk hidup dapat menghasilkan enzim, tetapi enzim yang berasal dari mikroba merupakan enzim yang paling banyak dikomersilkan. Enzim berfungsi mempercepat reaksi kimia.
Enzim yang berasal dari tumbuh-tumbuhan mempunyai kekurangan :
-          Tergantung kepada variasi musim
-          Mempunyai konsentrasi yang rendah.
Enzim yang berasal dari hewan mempunyai kekurangan :
-          Persediaan terbatas.
-          Persaingan dengan pemanfaatan lainnya.
5)      Peranan yang kelima dari mikroba adalah memproduksi energi.
a.       Produksi methane banyak digunakan sebagai pelengkap pada negara tertentu seperti pada negara India dan China. Dari 15 Kg materi organik  dapat menghasilkan 3m3 biogas dengan konsentrasi 55%.
b.      Ethanol sebanyak 80% yang diproduksi berasal dari proses fermentasi dan baru sisanya diproduksi dari sintesa ethilen oleh industri. Ethanol semakin banyak berfungsi sebagai sumber energi untuk menggantikan sumber energi dari minyak. Seperti di Brazil yang telah memproduksi 10 juta ton ethanol dari proses fermentasi sebagai sumber karbonnya adalah sacharosa. Ethanol bisa digunakan secara langsung dengan problem ekologi yang bisa di perbaharui dan tersedia dalam jumlah yang banyak seperti gula, tepung (kanji), cellulose dari sampah industri dan urbains.
6)      Peranan yang keenam adalah bakteri tersebut dapat melakukan penangan air limbah. Karena Bakteri dapat digunakan untuk meguraikan senyawa-senyawa organik dalam air limbah menjadi senyawa sederhana.
7)      Peranan yang ketujuh yaitu dapat digunakan dalam Penanganan polusi minyak bumi. Bakteri dapat menggunakan komponen minyak sebagai sumber karbon. Jadi komponen minyak yang berbahaya bagi lingkungan dapat digunakan oleh bakteri sebagai bahan makanan. dan akhirnya dapat menghasilkan CO2 yang bisa di manfaatkan oleh bakteri organisme autotrof.

PERAN MIRKOBA PERAIRAN DANAU
Kehidupan akuatik mempertunjukkan adanya interaksi yang amat rumit di antara mikroorganisme, dan antara mikroorganisme dengan mikroorganisme, baik tumbuhan maupun hewan. Mikroorganisme, terutama alga memegang peranan penting dalam rantai makanan lingkungan akuatik. Produsen primer dalam lingkungan akuatik ialah alga, yang didominasi oleh filoplankton. Dengan fotosintesis, alga mampu mengubah energi cahaya menjadi energi kimiawi. Protozoa ( spesies Foraminifera dan Radiolaria, dan juga banyak spesies berflagela dan bersilia ) juga terdapat dalam jumlah banyak di daerah yang di huni fitoplankton. Adapun untuk skala perairan danau, ada beberapa mikroorganisme yang hidup yaitu;
1.      Cyanobacteria
Cyanobacteria atau yang lebih dikenal sebagai ganggang hijau merupakan salah satu jenis mikroorganisme yang hidup pada wilayah limnetik suatu danau. Seperti halnya bakteri, ganggang biru juga merupakan organisme yang belum bermembran dan belum memiliki beberapa macam organel (mitokondria dan plastida) seperti yang telah dimiliki sel eukariotik. Ganggang biru merupakan salah satu contoh Eubacteria negatif, ada yang bersel satu dan ada yang berkoloni bersel banyak membentuk untaian beberapa sel dengan struktur tubuh yang masih sederhana, berwarna biru kehijauan, serta mengandung klorofil a (autotrof) dan pigmen biru (fikosianin). Klorofil terdapat pada membran tilakoid, bukan pada kloroplas. Dengan adanya klorofil ini, ganggang biru dapat melakukan fotosintesis dan dapat membedakannya dengan bakteri. Umumnya, ganggang ini dapat mengikat nitrogen di udara. Pengikatan ini dilakukan oleh sel heterosista yang berbentuk benang, tetapi bisa juga bersifat racun karena mengeluarkan toksin yang dapat mematikan makhluk hidup lain di sekitarnya.
Dalam tubuh ganggang biru, tidak ditemukan inti dan kromotofora. Dinding selnya mengandung pektin, hemiselulosa, dan selulosa yang kadang-kadang berlendir. Dinding lendir ini berlekatan dengan plasma. Berdasarkan pada jurnal penelitian ilmiah yang ditulis oleh Andi Setiawan dan Peni Ahmadi yang berjudul “ISOLASI DAN KARAKTERISASI CYANOBAKTERIA SEBAGAI SUMBER PENGHASIL BIOHIDROGEN”, ternyata cyanobacteria memiliki potensi untuk menghasilkan biohidrogen namun selama ini kajian tentang cyanobacteria dan mikroalga sebagai penghasil biohidrogen memiliki banyak kendala diantaranya yaitu ketersediaan strain unggulan, teknologi bioreaktor, dan penyimpanan gas hydrogen.
2.      Desulfovibrio
Desulfovibrio merupakan kelompok bakteri pereduksi sulfat yang tidak membentuk spora. Kelompok bakteri ini dapat menggunakan alcohol, asetat, asam-asama lemak yang memiliki berat molekul tinggi. Bakteri kelompok pereduksi sulfat ini memiliki habitat yang khas yaitu di bagian sedimen anoksik atau bagian dasar dari lingkungan akuatik air tawar, marin dan hipersalin.
Desulfovibrio memiliki bentuk spiral sampai vibriodi berukuran 0,5 – 1,3 x 0,8 – 5,0 mikronmeter dan bersifat anerobik. Pergerakannya dengan flagella tunggal polar. Bakteri tersebut dapata mereduksi sulfat, sulfit atau thiosulfat dan sulfur menjadi H2S. Gas hydrogen (H2), laktat, etanol dan sering juga malat atau furmarat berperan sebagai donor electron. Bebrapa spesies memerlukan gula, gliserol, chlorine, atau beberap asam amino untuk pertumbuhannya. Substrat organic dioksidasi tidak sempurna menjadi asetat. Pertumbuhan bakteri ini dapat dirangsang dengan menambahkan ekstrak khamir dan hanya sedikit spesies yang memerlukan biotin atau beberapa vitamin, pH optimum antara 6,6 sampai 7,5 dengan temperature optimum antata 25o – 45o C.
3.      Clostridium
Clostridium termasuk kedalam kelompok bakteri batang dan kokkus pembentuk endospora. Bakteri ini morfologi sel batang kecuali satu spesies mempunyai sel – sel bulat dan dalam bentuk paket, bersifat motil karena flagella atau non motil, kebanyakan spesies Gram positif (+), aerobik, anaerobik fakultatif, anaerobik atau mikroaerofilik, endospora dibentuk oleh semua spesies, habitat di tanah, air, lingkungan akuatik, saluran pencernaan hewan termasuk manusia dan beberapa spesies menyebabkan keracunan makanan. Bakteri Clostridium dalam lingkungan danau biasanya memiliki habitat di wilayah bentik.
4.      Caulobacter cresentus
Caulobacter crescentus adalah Gram-negatif , oligotrophic bakteri luas di danau air tawar dan sungai. Hal ini memainkan peran penting dalam siklus karbon. Caulobacter adalah model penting untuk mempelajari regulasi siklus sel dan diferensiasi selular memiliki Caulobacter sel anak. dua bentuk yang berbeda. Salah satunya adalah ponsel "swarmer" sel yang memiliki flagela untuk berenang. Yang lain, yang disebut "mengintai" sel memiliki struktur batang berbentuk tabung panjang yang menonjol dari satu kutub yang memiliki bahan perekat pada akhirnya pegangan erat, dengan sel yang mengintai dapat menempel pada permukaan. replikasi kromosom dan pembelahan sel hanya terjadi dalam sel mengintai. Swarmer sel berdiferensiasi menjadi sel mengintai pada saat jatuh tempo.Seringkali hidup di lingkungan miskin gizi, Caulobacter crescentus adalah bakteri Gram-negatif di mana-mana di air tawar, tanah, dan air laut. C. crescentus pameran siklus hidup dimorfik yang paling mungkin memberikan keuntungan dalam lingkungan kompetitif tersebut. Para sel batang dapat melampirkan ke permukaan, sedangkan sel swarmer dapat mencari nutrisi. Bahan perekat dari pegangan erat telah dilaporkan menjadi salah satu perekat alami terkuat.
1.      Distribusi Mikroba Pada Danau
Jumlah bakteri saprofit di danau tergantung dari tipe danau. Pada danau tipe oligotrofik berbeda dengan tipe danau mesotrofik, danau eutrofik, dan distrofik. Jumlah terbesar biasanya pada tipe danau eutrofik. Pada danau yang jernih jumlah tertinggi bakteri pada saat jumlah nutrien fitoplankton diproduksi paling tinggi. Distribusi vertikal bakteri tergantung dari perbedaan musim. Selama musim panas yang paling berkembang adalah alga dan bakteri. Tidak hanya jumlah total bakteri pada berbagai zona yang berbeda tetapi juga komposisi dari spesiesnya. Bakteri heterotrofik mencapai jumlah maksimum bila berada dalam zona termoklin dan yang kedua di atas dasar danau.
Distribusi mikroba pada danau mesotrofik dipengaruhi oleh persediaan oksigen. Bakteri Metallogenium personatum ditemukan pada lapisan 10 meter dari permukaan. Pada kedalaman 10,75 meter, dimana H2S selalu ada maka bakteri sulfur sepertiRhodothece conspicua dan Thiocapsa sp. mencapai jumlah maksimum. Bakteri sulfur hijau, misalnya Pelodictyon luteolum di bawah kedalaman 11-11,5 meter menjadi paling dominan jumlahnya. Sejumlah bakteri coklat Chlorochromatium dan Pelodictyon roseoviride juga didapatkan pada kedalaman 11-12 meter. Bakteri Peloploca pulchradidapatkan pada kedalaman 13,0-22,5 meter. Jumlah terbesar bakteri fotototrof yang pernah diobservasi di danau eutrofik bergaram adalah 48 juta per ml, dan pada danau oligotrofik air tawar mencapai 3,5 juta per ml.
Cyanophyta tersebar luas dalam danau perairan dalam. Pada danau oligotrofik, fitoplankton ini tergolong sangat kecil. Proses peningkatan dengan cara eutrofikasi. Dalam danau eutrofik, Cyanophyta terdapat pada musim panas dan nampak warna kehijauan pada air. Hal ini terjadi pada lapisan sekitar 1-2 meter. Peningkatan eutrofikasi juga meningkatkan perubahan populasi Cyanophyta, misalnya Oscillatoria rubescens.
2.      Komposisi Mikroorganisme Penyusun Lingkungan Akuatik Danau
a.      Bakteri pada Danau Bergaram
Pada dekade tahun terakhir telah ditemukan bakteri yang dapat hidup di danau besar bergaram di Utah (Amerika Serikat) dan Laut Mati, yaitu terdapat air yang mengandung kadar garam sangat tinggi. Mayoritas bakteri yang hidup di danau bergaram dengan kadar garam yang tinggi yaitu bakteri halofilik. Kebanyakan organisme halofilik ekstrim dapat berkembang secara optimal dengan kadar garam 20-30%. Mereka mempunyai pigmen merah, contohnya adalah Halobacterium danHalococcus. Genus bakteri Halobacterium memiliki kemampuan tumbuh dengan kadar garam di atas 12%.
Di samping bakteri Halobacterium, Larsen (1962) dalam Rheinheimer, 1980 mengelompokkan bakteri halofilik yang ekstrim pada organisme yang berbentuk kokoid. Berbagai strain Halococcus morrhuae telah diisolasi dari Laut Mati. Organisme tersebut menunjukkan pigmentasi warna merah. Mereka dapat tumbuh paling baik pada konsentrasi garam 20-25% dan tidak dapat hidup dengan konsentrasi garam di bawah 10%. Selain itu pada danau bergaram juga terdapat bakteri halofilik moderat dengan kadar garam optimum 5-20%. Chromobacterium maris-mortui dapat tumbuh dengan kadar garam optimum 12%. Pada danau yang mengandung hydrogen sulfida yang berkembang dalam jumlah besar terdapat bakteri hijau dan ungu, misalnya Chlorobium, Pelodictyon, Prosthecocholoris, Chromatium, Ectothiorhodospira, danThiocapsa.Berikut merupakan gambar dari bakeri pada danau bergaram.
b.      Cyanophyta pada Danau Bergaram
Beberapa spesies Cyanophyta relatif toleransi terhadap kadar garam tinggi. Misalkan yang ditemukan di Laut Kaspia. Diantara spesies yang menyebabkan bloomingplankton adalah Aphanizomenon flos-aquae, genus Aphanothece, Coelospaherium, Chroococcus, Gomphosphaeria, Anabaena dan Oscillatoria. Berikut merupakan gambar cyanophyta danau bergaram.
c.       Fungi pada Perairan Tawar
Mikroflora fungi pada air subteranea tidak begitu memainkan peran yang penting. Dalam air bersih fungi hampir tidak didapatkan, karena kekurangan nutrien. Tetapi fungi dapat berada dalam  sumber air bersih dan sungai. Beberapa koloni dapat tumbuh dengan nutrien yang sedikit atau pada aliran air eutrofik. Sejumlah Phycomycetes parasitik dalam air tidak hanya menyerang alga dan binatang-binatang kecil, tetapi juga menyerang telur dan larva Crustacea dan ikan.
Pycomycetes merupakan mikroflora penting dalam danau. Kelompok ini yang dominan adalah adalah Chytridiales dan Saprolegniales yang bertindak sebagai spesies parasitik dan saprofitik. Anggota genus Leptolegnia, Achlya, dan Aphanomyces juga sering dijumpai di danau.
d.      Fungi pada Danau Bergaram
Sejumlah fungi yang diketahui terdapat di laut juga terdapat di danau bergaram dengan konsentrasi garam yang rendah. Anastaciou, 1963 dalam Rheiheimer, 1980 menemukan Ascomycetes di Laut Salton, California. Rhizopidium halophilum tumbuh pada habitat perairan bergaram atau pada sebuah teluk.

PERAN MIRKOBA PERAIRAN SUNGAI
Air sangat berperan penting dalam kehidupan makhluk hidup, dengan adanya air makhluk hidup dapat melakukan aktivitas yang berhubungan dengan air. Menurut Cahyadi et al. (2011), Air merupakan kebutuhan dasar hidup di bumi yang menentukan kesehatan dan kesejahteraan manusia. Salah satu sumber air tawar dengan potensi yang besar adalah sungai. Sungai menyediakan air tawar yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga (Notoatmodjo, 2007). Namun, seiring dengan berjalannya waktu perairan yang ada terutama sungai menjadi tercemar akibat aktivitas manusia. Menurut Indarsih et al. (2011), Sungai banyak dijadikan sebagai tempat pembuangan kotoran dan sampah terutama pada kota-kota besar.
Sungai yang tercemar oleh kotoran manusia biasanya terdapat bakteri-bakteri pathogen. Kotoran manusia dapat menghasilkan bakteri pathogen berupa Escherichia coli, Shigella sp., Vibrio cholerae, Campylobacter jejuni dan Salmonella merupakan anggota dari fecal coliform. Bakteri ini dapat menyebabkan terjadinya diare pada manusia. Escherechia coli apabila dikonsumsi terus-menerus dalam jangka panjang akan berdampak pada timbulnya penyakit seperti radang usus, diare, infeksi pada saluran kemih dan saluran empedu (Prayitno, 2009). Jumlah dari bakteri-bakteri pathogen (fecal coliform) tersebut dapat meningkat bila aliran sungai dan curah hujan meningkat (Sanders et al., 2013). Peranan mikroba pathogen yang terdapat di perairan sungai dapat dijadikan indikator lingkungan bahwa perairan tersebut sudah tercemar. Seperti yang diungkapkan oleh Onwumere (2007), Keterdapatan bakteri pada tubuh perairan menjadi indikator kualitas air permukaan dan kesesuaian air tersebut untuk dimanfaatkan sebagai air minum, rekreasi, irigasi, dan perikanan.

DAFTAR PUSTAKA
Cahyadi, A., Priadmodjo, A. & Yananto, A. (2011). Criticizing The Conventional Paradigm of Urban Drainage. Proceeding The 3rd International Graduated Student Conference on Indonesia. Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta, 256 hlm.
 Halt, J.G., Noel, R.K., Peter, H.A.S., James, T.S., dan Stanley, T.W. 1994. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. 9th ed., Williams dan Wilkins, Baltimore, London, 787 p.
Kunarso, Djoko Hadi dan Agustin, Titiek Indhira. 2012. Kajian Bakteri Heterotropik di Perairan Laut Lamalera. Jurnal Ilmu Kelautan. 17 (2) 63-73.
Onwumere, G. 2007. Willapa River Fecal Coliform Bacteria Verification Study. Water Quality Monitoring Report. Environmental Assessment Program. Washington: Washington State Department of Ecology Olympia.
Pomeroy, L. R. 1974. The Ocean’s Food Web, A Changing Paradigm. Bioscience. 24 : 499-504.
Prayitno, A. 2009. Uji Bakteriologi Air Baku dan Siap Konsumsi dari PDAM Surakarta Ditinjau dari Jumlah Bakteri Coliform. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.






0 komentar:

Posting Komentar